Di Negeri Ibu pertiwi
ini, budaya membaca belum sepenuhnya menjadi laku keseharian, mengingat di satu
sisi, pendidikan kita belum mampu meletakkkan pondasi dasar bahwa membaca
adalah kebutuhan paling vital sebelum jauh menginjak tingkat pendidikan ke arah
yang lebih tinggi. Di lain sisi, pendidikan sampai saat ini pun belum menjamah
seratus persen sampai ke setiap wilayah pelosok negeri, terutama desa-desa
terpencil yang tidak mendapat perhatian lebih, baik dari pemerintah daerah
maupun pusat.
Masalah kebiasaan membaca sudah
menjadi masalah bangsa, karena rendahnya budaya membaca bagi bangsa kita sudah
sangat memprihatinkan, belum lagi di era serba tekhnologi ini, budaya membaca
semakin mengalami kemunduran, pasalnya, serbuan media elektronik, seperti
televisi, internet, radio, dan lain sebagainya telah membuat aktivitas membaca
menjadi pekerjaan yang dinomorberikutkan. Tidak hanya generasi yang instan yang
bakal lahir, melainkan manusia-manusia yang tidak mengawali satu pekerjaan dari
nol dan bersungguh-sungguh, sehingga orisinalitas ide serta beragam inovasi
dari bermacam kreativitas menjadi hal yang sangat sulit direalisasikan, apalagi
dikembangkan.
Padahal hampir secara
keseluruhan, pada bangsa
yang sudah maju dan ingin maju, kegiatan membaca merupakan suatu kebutuhan,
sama seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan (SPP). Membaca adalah satu
aktivitas penting bagi terciptanya generasi-generasi yang memiliki wawasan luas
dalam segala
hal, dan sudah barang tentu peka terhadap kondisi lingkungannya. Ada pepatah
yang mengatakan, dengan membaca kita bisa membedah isi dunia. Sebenarnya,
dengan membaca, seseorang telah melibatkan banyak aspek meliputi : berpikir (to
think), merasakan (to feel), dan bertindak melaksanakan hal- hal yang baik dan
bermanfaat sebagaimana yang dianjurkan oleh bahan bacaan (to act).
Fenomena sosial di
atas adalah terjadinya lompatan budaya dalam masyarakat. Kita telah diserbu
budaya media massa, padahal budaya baca belum tercipta dengan kuat dan
menyeluruh menyentuh ke semua lapisan struktur masyarakat. Patut diketahui, di
masyarakat Barat, munculnya budaya menonton televisi setelah didahului dengan
terciptanya budaya baca yang kuat. Artinya, walaupun masyarakat Barat juga
banyak menonton televisi, mereka tetap mampu mempertahankan budaya bacanya
secara militan. Tampak nyata bahwa televisi begitu digemari. Padahal menurut Dharma
Singh Khalsa, dalam Brain Longevity, televisi menjadikan otak pasif,
melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan terutama sekali merusak kecerdasan
spasial dan otak sebelah kanan. Bahaya paling besar dari televisi ialah
mengalihkan perhatian orang dari membaca buku.
Sepertinya,
kita patut belajar dari seorang John Wood, eksekutif Microsoft yang memilih
keluar dari pekerjaannya demi memelopori terciptanya budaya baca dan
memberantas buta huruf. la mendirikan tak kurang dari 3.600 perpustakaan di
Asia; menggagas room to read bagi anak-anak penyandang buta aksara, anak-anak
miskin dan putus sekolah. Ia begitu tersentuh hatinya tatkala bertemu dengan
anak-anak buta aksara di kaki Gunung Himalaya. Sebenarnya, kiprah John Wood telah
menampar wajah sombong kita, para kaum terpelajar (well educated) negeri ini yang masih malas untuk membaca. Dari
kondisi semacam inilah, kami mencoba mensemestakan kembali budidaya membaca
dari desa, karena sampai saat ini masyarakat desa semakin terpinggirkan oleh
segala sistem yang berjalan di negeri atau dunia ini. Dengan kata lain,
masyarakat desa masih dipaksa tidur lelap di atas kubangan kebodohannya.
Terdorong
oleh realitas tersebut, PAC GP Ansor Kecamatan Kajen berikhtiar dengan
mendirikan Teras Baca “SAHABAT” yang berlokasi di Jalan Pahlawan Gang
Gejligkidul RT 06/III No. 300 Kajen. Adapun tujuan pendirian Teras Baca ini
adalah (1) Ikut serta dalam menyelenggarakan pendidikan keaksaraan kepada
seluruh lapisan masyarakat, (2) Menjadikan buku sebagai jendela dunia dengan
motto “Menjelajah Dunia Membuka Cakrawala”, (3) Menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca, (4) Menumbuhkan
kegiatan belajar mandiri melalui penyediaan buku-buku yang variatif, (5)
Menambah wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (6)
Membantu kelancaran penyelesaian tugas-tugas para pelajar dan mahasiswa yang
berada di sekitar Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan.
Beberapa
waktu yang lalu proposal permohonan bantuan buku bacaan yang diajukan Teras
Baca “SAHABAT” kepada penerbit Diva Press Yogyakarta juga dikabulkan sejumlah
200 eksemplar. Dengan modal buku milik sendiri dan bantuan tersebut Teras Baca
“SAHABAT” sudah mulai membuka layanan baca gratis atau taman bacaan bagi
masyarakat untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dari
kegiatan tersebut diharapkan akan lahir benih-benih generasi muda yang cerdas,
matang dan maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar